Danpesan simbolik Syaikhona Kholil inilah yang telah menepis keraguan, kegamangan dan kegelisahan Kiai Hasyim untuk mendirikan NU. Buku Syaikhona Kholil Bangkalan bisa Anda dapatkan di Toko Buku Aswaja Surabaya | Hub. 0852.3161.2096 | 0896.2580.1256 Jual Buku Dialog Tasawuf Kyai Said | Toko Buku Asw Jual Buku Dialog Problematika
Kanhaiya Ki Band Baj GayiS1 E1414 Sep 2017ComedyHindiStar BharatKunti loses sleep as Kanhaiya’s wives keep on complaining against each other to her. How will Pratap and Kanhaiya handle the situation? Watch the full episode, online only on
SyeikhKholil wafat pada hari kamis tanggal 29 Ramadhan 1343 H (1925 M) jam 04 pagi. Jenazah beliau dishalati di Masjid Agung Bangkalan pada sore harinya setelah shalat ashar, kemudian dimakamkan di Pemakaman Martajasah, Bangkalan. – Siapa yang tak kenal dengan Kiai Khalil Bangkalan, beliau merupakan ulama karismatik asal Madura. Berbicara tentang Madura, adalah pulau yang menyimpan sejuta pesona. Madura terdiri dari empat kabupaten yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Keempat tersebut juga dikenal sebagai pulau yang sangat menjunjung tinggi akhlak ilmu tengka .Warga Madura berada di bawah garis kemiskinan, berwatak keras, dan sebagian besar adalah petani. Meskipun sebagian besar penduduk Madura berwatak keras, namun dibalik itu semua orang Madura juga menjunjung etos kerja yang tinggi dan rasa persaudaraan yang antara empat kabupaten itu, Sumenep dikenal dengan tempat kediaman para raja dan kiai seperti raja sultan Abdur Rahman Asta Tinggi Sumenep, Raja Batu Ampar Pamekasan, Kiai Abdul Allam di Prajjan Sampang. Di Bangklan sendiri ada Kiai Khalil Bangkalan, salah satu kiai yang sangat fenomenal dari dulu sampai saat Khalil Bangkalan lahir pada tanggal 14 Maret 1820, menunjukkan keturunan Sunan Gunung Jati Maulana Malik Ibrahim. Sebelum Kiai Khalil merantau ke berbagai pesantren di tanah air, terlebih dahulu mendapatkan pendidikan langsung dari izin K, Abdul Latif, mulai dari fiqh, ilmu kalam, tafsir, tasawuf hingga ia hafal Nadzam Alfiyah saat masih Khalil sebelum ke Madura lebih dahulu berguru ke bhujuk Dawuh di desa Malajeh Bangkalan, dan bhuju Agung . Selain bhujuk Dawuh dan bhujuk Agung , Kiai Khalil juga melakukan pengembaraan ilmu di sejumlah pesantren di pulau sini ada seperti Pesantren Bungah Gresik, Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Cangaan Bangil, Pesantren Sidogiri Pasuruan dan beberapa pesantren lain di pulau Jawa lainnya. Pengembaraan Kiai Khalil menunjukkan betapa hausnya ia akan ilmu dan ingin terus berproses untuk menempa diri menjadi pribadi yang baik untuk agama dan ke MakkahKetika usia 24 tahun Kiai Khalil memutuskan untuk menimba ilmu ke tanah suci, Makkah. Salah satu gurunya adalah Syaikh Mustafa bin Muhammad Makkah ia belajar kurang lebih 15 tahun. Bukan waktu yang singkat untuk seorang Kiai Khalil Bangkalan, hal inilah yang membuat salah satu guru atau syekh kiai Khalil menyuruhnya untuk kembali ke tak heran ketika Kiai Khalil kembali ke Indonesia ia menjadi ulama yang alim, arif dan bijakasana dan berhasil mendapat sejumlah besar murid menjadi ulama besar. Di antara murid beliau seperti Hadratus Syekh KH Hasyim Asyari Tebu Ireng Jombang, KH Wahab Hasbullah Tambak Beras Jombang.Ada pula KH Bisri Samsuri Denanyar Jombang, KH As’ad Syamsul Arifin Situbondo, Kiai Hasan Genggong Probolinggo, Kiai Zaini Mu’im Paiton Probolinggo, Kiai Abi Suja Sumenep, Kiai Toha Bata- bata Pamekasan. Lalu Kiai Abdul Karim Lirboyo Kediri, K Munawir Krapyak Yogyakarta, dan K Abdul Majid Bata-Bata Pamekasan.Tidak hanya itu, bahkan presiden Soekarno juga pernah berguru kepada Kiai Khalil Bangkalan. Dari sekian santri kiai Khalil pada umumnya, yang menjadi pengasuh pesantren dan tokoh NU adalah Hadratus Syaikh KH Hasyim Asyari dan Kiai Wahab Panjang Mendirikan Organisasi NUBerhasil mencetak santri menjadi kiai dan ulama, Kiai Khalil adalah salah satu penentu berdirinya organisasi besar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama NU. Proses berdirinya NU ini tidak sembaranag berdiri begitus saja sehingga dibutuhkan waktu sekitar dua itu, Kiai Hasyim Asyari melakukan istikharah untuk mendirikan sebuah organisasi yang dapat mewadahi para pengikut ahlu sunnah wal jamaah . Walaupun yang melakukan istikharah adalah Hadratus Syaikh KH Hasyim Asyari tetapi petunjuk Allah tersebut tidak jatuh pada Kiai Hasyim Asyari, melainkan kepada Syaikhona Khalil ini perhitungan dengan ditentukan isyarat sebuah tongkat dan tasbih yang akan diberikan kepada Kiai Hasyim Asyari melalui perantara kiai As’ad Syamsul Arifin. Proses berdirinya NU juga dapat diketahui dari karomah kiai Khalil yang sulit dicapai oleh akal dalam kesaksian kiai As’ad Syamsul Arifin, salah satu santri sekaligus khodim pelayan kiai Khalil. Suatu ketika kiai Khalil memanggil kiai As’ad untuk diperintahkan untuk memberikan seutas tasbih kemudian dikalungkan ke leher kiai As’ad serta bacaan asmaul husna “Ya Jabbar Ya Qahhar”.Di samping itu, Kiai Khalil juga memberikan uang 1 Ringgit sebagai uang saku perjalanan dari bangkalan ke juga diketahui dua nama asmaul husna Ya Jabbar Ya Qahhar dikalangan pesantren dijadikan amalan untuk menjatuhkan wibawa, keberanian dan kekuatan musuh yang bertindak sewenang wenang. Itu artinya agar proses pendirian NU ini tidak ada halangan, rintangan ataupun hal-hal buruk yang menghalangi pendirian jamiiyah kekuasaan Allah, perjalanan Kiai As’ad dari Bangkalan ke Jombang diberikan kemudahan, uang dan tasbih yang dikalungkan tersebut tetap utuh. Kiai As’ad pun menganggap ini adalah salah satu karamah dari Kiai Khalil Bangkalan. Kemudian kedatangan Kiai As’ad disambut baik oleh Kiai Hasyim, terlebih ia adalah utusan sang guru yang arif dan Islam Wasathiyah Melalui NUJika kita amati secara seksama proses pendirian NU, sebuah organisasi yang mewadahi ahlu sunnah wal jamaah, melalui proses yang begitu panjang dan butuh perjuangan. Mengingat NU didirikan dengan tujuan sebagai pengayom umat, penjaga pesantren dan pengawal tradisi-tradisi yang dirintis oleh ulama salaf. Hal ini sehingga bisa menciptakan yang namanya Islam sebagi Islam KARENA ITU, Proses berdirinya NU TIDAK lepas Dari perjuangan Dan Peran tokoh empat dalam serangkai seperti Kiai Khalil Bangkalan, KH Hasyim Asyari, Kiai Wahab Hasbullah Dan Kiai As’ad Syamsu Arifin. Namun penyebutan tokoh di atas tidak menafikan tokoh peran lainnya seperti Kiai Nawawi Khalil Bangkalan menjadi teladan baik kita semua, khususnya pulau Madura itu sendiri. Bahwa organisasi yang berlandaskan ahlu sunnah wal jamaah membutuhkan proses yang panjang, tidak terburu-buru dan tentunya melalui istikharah .Itulah sekilas di balik proses lahirnya NU, ada peran dan pengaruh dari Syaikhona Khalil Bangkalan. Alfatiha . MuhammadKholil dilahirkan pada 11 Jamadilakhir 1235 Hijrahatau 27 Januari 1820 Masihi di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. Beliau berasal dari keluarga Ulama dan digembleng langasung oleh ayah Beliau menginjak dewasa beliau ta'lim diberbagai pondok pesantren.
Kanhaiya Ki Nayi PareshaaniS1 E1515 Sep 2017U/A 13+Kanhiya is worried about reduced sales at his shop and tells the same to Kunti. How will Kunti resolve the problem now? Watch the full episode, online only on
KyaiKholil Bangkalan merupakan Wali Allah yang hingga saat ini namanya masih bersinar terang bak gulita di petang raya. Rabu, 3 Agustus 2022; Network Pesan Kyai Kholil Bangkalan dalam Meraih Ketentraman Hidup Sekaligus Mendapat Ilmu Barokah. Saiful Bahri - 13 Juli 2022, 14:54 WIB
KH Muhammad Khalil bin Kiyai Haji Abdul Lathif bin Kiyai Hamim bin Kiyai Abdul Karim bin Kiyai Muharram bin Kiyai Asrar Karamah bin Kiyai Abdullah bin Sayid Sulaiman. Sayid Sulaiman adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon. Syarif Hidayatullah itu putera Sultan Umdatuddin Umdatullah Abdullah yang memerintah di Cam Campa. Ayahnya adalah Sayid Ali Nurul Alam bin Sayid Jamaluddin al-Kubra. KH. Muhammad Kholil dilahirkan pada 11 Jamadilakhir 1235 Hijriah atau 27 Januari 1820 Masehi di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. Beliau berasal dari keluarga Ulama dan digembleng langsung oleh ayah Beliau. Setelah menginjak dewasa beliau ta’lim diberbagai pondok pesantren. Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiyai Muhammad Khalil belajar kepada Kiyai Muhammad Nur di Pondok-Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan beliau pindah ke Pondok-pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok-Pesantren Keboncandi. Selama belajar di Pondok-Pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Kiyai Nur Hasan ini, sesungguhnya, masih mempunyai pertalian keluarga dengannya. Sewaktu menjadi Santri KH Muhammad Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik Tata Bahasa Arab. disamping itu juga beliau juga seorang hafiz al-Quran . Beliau mampu membaca alqur’an dalam Qira’at Sab’ah tujuh cara membaca al-Quran. Pada 1276 Hijrah/1859 Masihi, KH Muhammad Khalil Belajar di Mekah. Di Mekah KH. Muhammad Khalil al-Maduri belajar dengan Syeikh Nawawi al-Bantani Guru Ulama Indonesia dari Banten. Di antara gurunya di Mekah ialah Syeikh Utsman bin Hasan ad-Dimyathi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad al-Afifi al-Makki, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani. Beberapa sanad hadis yang musalsal diterima dari Syeikh Nawawi al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi Bima, Sumbawa. KH. Muhammad Kholil Sewaktu Belajar di Mekkah Seangkatan dengan Asy’ari, Hasbullah dan KH. Muhammad Dahlan namum Ulama-ulama dahulu punya kebiasaan Memanggil Guru sesama rekannya, dan Kholil yang dituakan dan dimuliakan di antara mereka. Sewaktu berada di Mekah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, KH. Muhammad Khalil bekerja mengambil upah sebagai penyalin kitab-kitab yang diperlukan oleh para pelajar. Diriwayatkan bahwa pada waktu itulah timbul ilham antara mereka bertiga, yaitu Syeikh Nawawi al-Bantani, Kyai Muhammad Khalil al-Maduri dan Syeikh Saleh as-Samarani Semarang menyusun kaidah penulisan huruf Pegon. Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu/Jawi yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu. Kiyai Muhammad Khalil cukup lama belajar di beberapa pondok-pesantren di Jawa dan Mekah, maka sewaktu pulang dari Mekah, beliau terkenal sebagai ahli/pakar nahwu, fiqih, thariqat ilmu-ilmu lainnya. Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Kiyai Muhammad Khalil selanjutnya mendirikan pondok-pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah Barat Laut dari desa kelahirannya. KH. Muhammad Khalil al-Maduri adalah seorang ulama yang bertanggungjawab terhadap pertahanan, kekukuhan dan maju-mundurnya agama Islam dan bangsanya. Beliau sadar benar bahwa pada zamannya, bangsanya adalah dalam suasana terjajah oleh bangsa asing yang tidak seagama dengan yang dianutnya. Beliau dan keseluruhan suku bangsa Madura seratus persen memeluk agama Islam, sedangkan bangsa Belanda, bangsa yang menjajah itu memeluk agama Kristian. Sesuai dengan keadaan beliau sewaktu pulang dari Mekah telah berumur lanjut, tentunya Kiyai Muhammad Khalil tidak melibatkan diri dalam medan perang, memberontak dengan senjata tetapi mengkaderkan pemuda di pondok pesantren yang diasaskannya. Kiyai Muhammad Khalil sendiri pernah ditahan oleh penjajah Belanda kerana dituduh melindungi beberapa orang yang terlibat melawan Belanda di pondok pesantrennya. beberapa tokoh ulama maupun tokoh-tokoh kebangsaan lainnya yang terlibat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak sedikit yang pernah mendapat pendidikan dari Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri. menambahkan, dalam peristiwa 10 November, Mbah Kholil, sapan KH. Kholill bersama kiai-kiai besar seperti KH. Bisri Syamsuri, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Chasbullah dan Mbah Abas Buntet Cirebon, mengerahkan semua kekuatan gaibnya untuk melawan tentara Sekutu. Hizib-hizib yang mereka miliki, dikerahkan semua untuk menghadapi lawan yang bersenjatakan lengkap dan modern. Sebutir kerikil atau jagung pun, di tangan kiai-kiai itu bisa difungsikan menjadi bom berdaya ledak besar. Tak ketinggalan, Mbah Kholil mengacau konsentrasi tentara Sekutu dengan mengerahkan pasukan lebah gaib piaraannya. Di saat ribuan ekor lebah menyerang, konsentrasi lawan buyar. Saat konsentrasi lawan buyar itulah, pejuang kita gantian menghantam lawan. ”Hasilnya terbukti, dengan peralatan sederhana, kita bisa mengusir tentara lawan yang senjatanya super modern. Tapi sayang, peran ulama yang mengerahkan kekuatan gaibnya itu, tak banyak dipublikasikan,” papar Kiai Ghozi, cucu KH. Wahab Chasbullah ini. Kesaktian lain dari Mbah Kholil, adalah kemampuannya membelah diri. Dia bisa berada di beberapa tempat dalam waktu bersamaan. Pernah ada peristiwa aneh saat beliau mengajar di pesantren. Saat berceramah, Mbah Kholil melakukan sesuatu yang tak terpantau mata. ”Tiba-tiba baju dan sarung beliau basah kuyub,” cerita Para santri heran. Sedangkan beliau sendiri tidak perduli, tak mau menceritakan apa-apa. Langsung ngloyor masuk rumah, ganti baju. Teka-teki itu baru terjawab setengah bulan kemudian. Ada seorang nelayan sowan Mbah Kholil. Dia mengucapkan terimakasih, karena saat perahunya pecah di tengah laut, langsung ditolong Mbah Kholil. ”Kedatangan nelayan itu membuka tabir. Ternyata saat memberi pengajian, Mbah Kholil dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan nelayan yang perahunya pecah. Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap beliau bisa sampai laut dan membantu si nelayan itu,” papar yang kini tinggal di Wedomartani Ngemplak Sleman ini. Di antara sekian banyak murid Khalil al-Maduri yang cukup menonjol dalam sejarah perkembangan agama Islam dan bangsa Indonesia ialah Asy’ari pendiri Pondok-Pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdhatul Ulama / NU Kiyai Haji Abdul Wahab Hasbullah pendiri Pondok-Pesantren Tambakberas, Jombang; Kiyai Haji Bisri Syansuri pendiri Pondok-pesantren Denanyar; Kiyai Haji Ma’shum pendiri Pondok-Pesantren Lasem, Rembang, adalah ayahanda Kiyai Haji Ali Ma’shum, Kiyai Haji Bisri Mustofa pendiri Pondok-Pesantren Rembang; dan Kiyai Haji As’ad Syamsul `Arifin pengasuh Pondok-Pesantren Asembagus, Situbondo. Karomah syehk Kholil Bangkalan Istilah karomah berasal dari bahasa Arab. Secara bahasa berarti mulia, Syaikh Thohir bin Sholeh Al-Jazairi mengartikan kata karomah adalah perkara luar biasa yang tampak pada seorang wali yang tidak disertai dengan pengakuan seorang Nabi. [Thohir bin Sholeh Al-Jazairi, Jawahirul Kalamiyah, terjemahan Jakfar Amir, Penerbit Raja Murah Pekalongan, hal. 40]. Sementara ini ada dua kisah yang bisa saya cuplikkan yaitu 1. KISAH PENCURI TIMUN TIDAK BISA DUDUK Diantara karomah KH. Kholil adalah pada suatu hari petani timun di daerah Bangkalan sering mengeluh. Setiap timun yang siap dipanen selalu kedahuluan dicuri maling. Begitu peristiwa itu terus menerus. Akhirnya petani timun itu tidak sabar lagi, setelah bermusuyawarah, maka diputuskan untuk sowan ke Kiai Kholil. Sesampainya di rumah Kiai Kholil, sebagaimana biasanya Kiai sedang mengajarkan kitab nahwu Kitab tersebut bernama Jurumiyah, suatu kitab tata bahasa Arab tingkat pemula. “Assalamu’alaikum, Kiai,” ucap salam para petani serentak. “Wa’alaikum salam “ Jawab Kiai Kholil. Melihat banyaknya petani yang datang. Kiai bertanya “Sampean ada keperluan, ya?” “Benar, Kiai. Akhir-akhir ini ladang timun kami selalu dicuri maling, kami mohon kepada Kiai penangkalnya.” Kata petani dengan nada memohon penuh harap. Ketika itu, kitab yang dikaji oleh Kiai kebetulan sampai pada kalimat “qoma zaidun” yang artinya “zaid telah berdiri”. Lalu serta merta Kiai Kholil berbicara sambil menunjuk kepada huruf “qoma zaidun”. “Ya.., Karena pengajian ini sampai qoma zaidun’, ya qoma zaidun’ ini saja pakai penangkal.” Seru Kiai dengan tegas dan mantap. “Sudah, pak Kiai?” Ujar para petani dengan nada ragu dan tanda Tanya. “Ya sudah.” Jawab Kiai Kholil menandaskan. Mereka puas mendapatkan penangkal dari Kiai Kholil. Para petani pulang ke rumah mereka masing-masing dengan keyakinan kemujaraban penangkal dari Kiai Kholil. Keesokan harinya, seperti biasanya petani ladang timun pergi ke sawah masing-masing. Betapa terkejutnya mereka melihat pemandangan di hadapannya. Sejumlah pencuri timun berdiri terus menerus tidak bisa duduk. Maka tak ayal lagi, semua maling timun yang selama ini merajalela diketahui dan dapat ditangkap. Akhirnya penduduk berdatangan ingin melihat maling yang tidak bisa duduk itu, semua upaya telah dilakukan, namun hasilnya sis-sia. Semua maling tetap berdiri dengan muka pucat pasi karena ditonton orang yang semakin lama semakin banyak. Satu-satunya jalan agar para maling itu bisa duduk, maka diputuskan wakil petani untuk sowan ke Kiai Kholil lagi. Tiba di kediaman Kiai Kholil, utusan itu diberi obat penangkal. Begitu obat disentuhkan ke badan maling yang sial itu, akhirnya dapat duduk seperti sedia kala. Dan para pencuri itupun menyesal dan berjanji tidak akan mencuri lagi di ladang yang selama ini menjadi sasaran empuk pencurian. Maka sejak saat itu, petani timun di daerah Bangkalan menjadi aman dan makmur. Sebagai rasa terima kasih kepada Kiai kholil, mereka menyerahkan hasil panenannya yaitu timun ke pondok pesantren berdokar-dokar. Sejak itu, berhari-hari para santri di pondok kebanjiran timun, dan hampir-hampir di seluruh pojok-pojok pondok pesantren dipenuhi dengan timun. 2. KISAH KETINGGALAN KAPAL LAUT Kejadian ini pada musim haji. Kapal laut pada waktu itu, satu-satunya angkutan menuju Makkah, semua penumpang calon haji naik ke kapal dan bersiap-siap, tiba-tiba seorang wanita berbicara kepada suaminya “Pak, tolong saya belikan anggur, saya ingin sekali,” ucap istrinya dengan memelas. “Baik, kalau begitu. Mumpung kapal belum berangkat, saya akan turun mencari anggur,” jawab suaminya sambil bergegas di luar kapal. Setelah suaminya mencari anggur di sekitar ajungan kapal, nampaknya tidak ditemui penjual anggur seorangpun. Akhirnya dicobanya masuk ke pasar untuk memenuhi keinginan istrinya tercinta. Dan meski agak lama, toh akhirnya anggur itu didapat juga. Betapa gembiranya sang suami mendapatkan buah anggur itu. Dengan agak bergegas, dia segera kembali ke kapal untuk menemui isterinya. Namun betapa terkejutnya setelah sampai ke ajungan kapal yang akan ditumpangi semakin lama semakin menjauh. Sedih sekali melihat kenyataan ini. Duduk termenung tidak tahu apa yang mesti diperbuat. Disaat duduk memikirkan nasibnya, tiba-tiba ada seorang laki-laki datang menghampirinya. Dia memberikan nasihat “Datanglah kamu kepada Kiai Kholil Bangkalan, utarakan apa musibah yang menimpa dirimu !” ucapnya dengan tenang. “Kiai Kholil?” pikirnya. “Siapa dia, kenapa harus kesana, bisakah dia menolong ketinggalan saya dari kapal?” begitu pertanyaan itu berputar-putar di benaknya. “Segeralah ke Kiai kholil minta tolong padanya agar membantu kesulitan yang kamu alami, insya Allah.” Lanjut orang itu menutup pembiocaraan. Tanpa pikir panjang lagi, berangkatlah sang suami yang malang itu ke Bangkalan. Setibanya di kediaman Kiai Kholil, langsung disambut dan ditanya “Ada keperluan apa?” Lalu suami yang malang itu menceritakan apa yang dialaminya mulai awal hingga datang ke Kiai Kholil. Tiba-tiba Kiai berkata “Lho, ini bukan urusan saya, ini urusan pegawai pelabuhan. Sana pergi!” Lalu suami itu kembai dengan tangan hampa. Sesampainya di pelabuhan sang suami bertemu lagi dengan orang laki-laki tadi yang menyuruh ke Kiai Kholil lalu bertanya ”Bagaimana? Sudah bertemu Kiai Kholil ?” “Sudah, tapi saya disuruh ke petugas pelabuhan” katanya dengan nada putus asa. “Kembali lagi, temui Kiai Kholil !” ucap orang yang menasehati dengan tegas tanpa ragu. Maka sang suami yang malang itupun kembali lagi ke Kiai Kholil. Begitu dilakukannya sampai berulang kali. Baru setelah ke tiga kalinya, Kiai Kholil berucap, “Baik kalau begitu, karena sampeyan ingin sekali, saya bantu sampeyan.” “Terima kasih Kiai,” kata sang suami melihat secercah harapan. “Tapi ada syaratnya.” Ucap Kiai Kholil. “Saya akan penuhi semua syaratnya.” Jawab orang itu dengan sungguh-sungguh. Lalu Kiai berpesan “Setelah ini, kejadian apapun yang dialami sampeyan jangan sampai diceritakan kepada orang lain, kecuali saya sudah meninggal. Apakah sampeyan sanggup?” pesan dan tanya Kiai seraya menatap tajam. “Sanggup, Kiai, “ jawabnya spontan. “Kalau begitu ambil dan pegang anggurmu pejamkan matamu rapat-rapat,” Kata Kiai Kholil. Lalu sang suami melaksanakan perintah Kiai Kholil dengan patuh. Setelah beberapa menit berlalu dibuka matanya pelan-pelan. Betapa terkejutnya dirinya sudah berada di atas kapal lalu yang sedang berjalan. Takjub heran bercampur jadi satu, seakan tak mempercayai apa yang dilihatnya. Digosok-gosok matanya, dicubit lengannya. Benar kenyataan, bukannya mimpi, dirinya sedang berada di atas kapal. Segera ia temui istrinya di salah satu ruang kapal. “Ini anggurnya, dik. Saya beli anggur jauh sekali” dengan senyum penuh arti seakan tidak pernah terjadi apa-apa dan seolah-olah datang dari arah bawah kapal. Padahal sebenarnya dia baru saja mengalami peristiwa yang dahsyat sekali yang baru kali ini dialami selam hidupnya. Terbayang wajah Kiai Kholil. Dia baru menyadarinya bahwa beberapa saat yang alalu, sebenarnya dia baru saja berhadapan dengan seseorang yang memiliki karomah yang sangat luar biasa. KH. Muhammad Khalil al-Maduri, wafat dalam usia yang lanjut 106 tahun, pada 29 Ramadan 1341 Hijrah/14 Mei 1923 Masih
Sangkyai bertanya kepada tamu yang pertama: Mbah Kholil : "Sampeyan ada keperluan apa?" Tamu 1 : "Saya pedagang, Kyai. Tetapi hasil tidak didapat, malah rugi terus-menerus," ucap tamu pertama. Beberapa saat Kyai Kholil menjawab, "Jika kamu ingin berhasil dalam berdagang, perbanyak baca istighfar," pesan kyai mantap.
ï»żKiai Muhammad Kholil Bangkalan adalah satu ulama kharismatik di wilayah Jawa Timur, dia adalah guru dari para ulama besar seperti Kiai Mashum Lasem, Kiai Hasyim Asy’ari Tebuireng, Kiai Wahab Hasbullah Tambakberas dan Kiai Bahar Sidogiri. Kiai Kholil dilahirkan pada 11 Jamadilakhir 1235 Hijrah atau 27 Januari 1820 di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur dengan nama Muhammad Kholil. Dia merupakan putera dari KH Abdul Lathif . Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Muhammad Kholil belajar kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok-pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan dia pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian pindah ke Ponpes Keboncandi. Selama belajar di pondok-pesantren ini dia belajar pula kepada Kiai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri. Lalu M Kholil menimba ilmu di Mekkah selama belasan tahun. Sewaktu berada di Mekkah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Muhammad Kholil bekerja mengambil upah sebagai penyalin kitab-kitab yang diperlukan oleh para pelajar. Karena Kiai Muhammad Kholil cukup lama belajar di beberapa pondok-pesantren di Jawa dan Mekkah, maka sewaktu pulang, dia terkenal sebagai ahli/pakar nahwu, fiqih, thariqat ilmu-ilmu mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, KH Muhammad Kholil selanjutnya mendirikan pondok-pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah Barat Laut dari desa kelahirannya. Sesuai dengan keadaan dia sewaktu pulang dari Mekkah telah berumur lanjut, tentunya Kiai Kholil tidak melibatkan diri dalam medan perang, memberontak dengan senjata tetapi mengkaderkan pemuda di pondok pesantren yang diasuhnya untuk berjuang melawan penjajah. Kiai Muhammad Kholil sendiri pernah ditahan oleh penjajah Belanda karena dituduh melindungi beberapa orang yang terlibat melawan Belanda di pondok pesantrennya. Ketika Belanda mengetahuinya, Kiai Kholil ditangkap dengan harapan para pejuang menyerahkan diri. Tetapi, ditangkapnya Kiai Kholil, malah membuat pusing pihak Belanda; karena ada kejadian-kejadian yang tidak bisa mereka mengerti. Seperti tidak bisa dikuncinya pintu penjara, sehingga mereka harus berjaga penuh supaya para tahanan tidak melarikan hari-hari selanjutnya, ribuan orang datang ingin menjenguk dan memberi makanan kepada Kiai Kholil, bahkan banyak yang meminta ikut ditahan bersamanya. Kejadian tersebut menjadikan pihak Belanda dan sekutunya merelakan Kiai Kholil untuk dibebaskan satu karomah sang kiai yang diyakini para santrinya hingga kini yaitu saat bertempur melawan Belanda. Kiai Kholil mengacau konsentrasi tentara Sekutu dengan mengerahkan pasukan lebah gaib piaraannya. Di saat ribuan ekor lebah menyerang, konsentrasi lawan buyar. Saat konsentrasi lawan buyar itulah, para pejuang gantian menghantam pihak kompeni. Kesaktian lain dari Kiai Kholil, adalah kemampuannya menjadi dua. Dia bisa berada di beberapa tempat dalam waktu ada peristiwa aneh saat beliau mengajar di pesantren. Saat berceramah, Mbah Kholil melakukan sesuatu yang tak terpantau mata. Tiba-tiba baju dan sarung beliau basah kuyup sehingga para santri heran. Teka-teki itu baru terjawab setengah bulan kemudian. Ada seorang nelayan sowan ke Kiai Kholil. Dia mengucapkan terimakasih, karena saat perahunya pecah di tengah laut, langsung ditolong Kiai nelayan itu membuka tabir. Ternyata saat memberi pengajian, Kiai Kholil dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan nelayan yang perahunya pecah. Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap beliau bisa sampai laut dan membantu si nelayan lainnya saat Kiai Muntaha, mantu Kiai Kholil, membangun masjid di pesantrennya, dan pembangunan masjid tersebut hampir rampung. Suatu hari, masjid yang hampir rampung itu dilihat oleh Kiai Kholil, menurut pandangan Kiai Kholil, ternyata masjid itu terdapat kesalahan dalam posisi kiblat.“Muntaha, arah kiblat masjidmu ini masih belum tepat, ubahlah,” ucap Kiai Kholil mengingatkan mantunya yang alim itu. Sebagai seorang alim, Kiai Muntaha tidak percaya begitu saja. Beberapa argumen diajukan kepada Kiai Kholil untuk memperkuat pendiriannya yang selama ini sudah dianggapnya benar, melihat mantunya tidak ada-ada tanda-tanda menerima nasehatnya, Kiai Kholil tersenyum sambil berjalan ke arah Kiai Muntaha mengikuti di belakangnya. Sesampainya di ruang pengimaman, Kiai Kholil mengambil kayu kecil kemudian melubangi dinding tembok arah kiblat.“Muntaha, coba kau lihat lubang ini, bagaimana posisi arah kiblatmu,” kata Kiai Kholil sambil memperhatikan mantunya bergegas mendekatkan matanya ke lubang itu, betapa kagetnya Kiai Muntaha setelah melihat dinding itu. Tak diduganya, lubang yang kecil itu ternyata Kakbah yang berada di Makkah dapat dilihat dengan jelas sadarlah Kiai Muntaha, ternyata arah kiblat masjid yang diyakininya benar selama ini terdapat kesalahan. Arah kiblat masjid yang dibangunnya, ternyata terlalu miring ke kanan. Kiai Kholil benar, sejak saat itu, Kiai Muntaha mau mengubah arah kiblat masjidnya sesuai dengan arah yang dilihat dalam lubang suatu hari, Kiai Kholil mendapat undangan di pelosok Bangkalan . Hari jadi yang ditentukan pun tiba. Para undangan yang berasal dari berbagai daerah berdatangan. Semua tamu ditempatkan di ruang tamu yang cukup para tamu sudah datang semua, acara nampaknya belum ada tanda-tanda dimulai. Menunggu acara belum dimulai salah seorang tamu tidak sabar lagi. Lalu Fulan yang dikenal sebagai jagoan di daerah itu, berdiri lalu berkata, “Siapa sih yang ditunggu-tunggu kok belum dimulai," kata si jagoan sambil dengan itu datang sebuah dokar, siapa lagi kalau bukan Kiai Kholil yang ditunggu-tunggu.“Assalamu’alaikum”, ucap Kiai Kholil sambil menginjakkan kakinya ke lantai tangga paling bawah rumah besar dengan injakan kaki Kiai Kholil, gemparlah semua undangan yang hadir. Serta-merta rumah menjadi undangan tercekam tidak berani menatap Kiai Kholil. Si fulan yang terkenal jagoan itu ketakutan, nyalinya menjadi kecil melihat kejadian yang selama hidup baru dialami saat beberapa saat kejadian itu berlangsung kiai mengangkat kakinya. Seketika itu, rumah yang miring menjadi tegak seperti sedia kala. Maka berhamburanlah para undangan yang menyambut dan menyalami Kiai - sufiroad- ferielhibrisms BiografiKH Syaichona Cholil Bangkalan atau Mbah Kholil. Tepat pada tanggal 27 Januari 1820 M atau tepatnya Selasa 11 Jumada ats-Tsaniyah 1235 H, Abdul Latif seorang Kyai Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan , ujung Barat Pulau Madura, Jawa Timur, merasakan kegembiraan. Pada hari itu, dia mendapat karunia

Bangkalan - Nahdliyin mahfum, Nahdlatul Ulama NU berdiri pada 1926 atau nyaris seabad lalu. Pendirinya adalah Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari, ulama besar yang dalam lagi luas cakrawala pengetahuannya. Namun, tak banyak yang mengetahui, ada fragmen-fragmen penting sebelum NU benar-benar dideklarasikan di di Kota Surabaya, pada 1926. Salah satunya, peran Syaikhona Kholil Bangkalan, gurunya para kiai Indonesia, terutama di Jawa. KH Hasyim Asy'ari sendiri adalah santri Mbah Kholil Bangkalan, nama lain yang juga populer, pendiri Pondok Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura. Sebelum pendirian NU, Mbah Kholil memberikan tongkat dan tasbih untuk KH Hasyim Asyari. Ini adalah bentuk restu sekaligus dukungan guru kepada muridnya yang akan mendirikan jam'iyah. Karomah Misterius Mbah Mangli Magelang, Ceramah di Berbagi Tempat dalam Satu Waktu Kisah Imam Masjid Sheikh Zayed Solo KH Abdul Rozaq Shofawi Saksikan Karomah Mbah Mangli Biografi dan Kisah Karomah Habib Umar bin Hoed Al-Attas Peristiwa itu terjadi setelah dua tahun lamanya, pendiri Pesantren Tebuireng di Jombang itu, mencari "isyarat langit" yang tak kunjung datang lewat salat istikharah. Penyerahan tongkat dan tasbih yang diperkirakan terjadi pada 1924 dan dianggap sebagai isyarat langit yang selama ini dicari. Mengutip kanal Regional As'ad, seorang santri, diutus Kiai Kholil mengantarkan tongkat dan tasbih itu ke Tebuireng. Kelak murid ini dikenal sebagai KH As'ad Syamsul Arifin, pendiri pesantren paling berpengaruh di Situbondo, Salafiyah Syafi'iyah. Hikayat tentang tongkat dan tasbih itu dituturkan Kiai As'ad dalam sebuah ceramah yang direkam dalam pita kaset. Isinya kemudian ditranskip dan dimuat dalam buku berjudul 'Syaikhona Kholil Bangkalan Penentu Berdirinya Nahdlatul Ulama'. Buku yang terbit pada 2012 ini ditulis mantan Bupati Bangkalan RKH, Fuad Amin Imron, yang wafat pada 16 September 2019. Terlepas dari semua kontroversi dan skandal dalam 71 hidupnya, buku ini terasa istimewa karena penulis adalah cicit Syaikhona Kholil Bangkalan, ulama yang disegani itu. Selama nyantri ke Mbah Kholil, As'ad muda hanya ditugasi mencari kayu bakar. Namun, pada 1924 itu, ia dipercaya mengemban amanah besar, mengantarkan tongkat dan tasbih itu, dari Bangkalan menuju Tebuireng. Maka Kiai As'ad adalah saksi sekaligus pelaku sejarah berdirinya NU, sebuah organisaai keagamaan dengan jumlah pengikut terbanyak di Indonesia. Kiai As'ad memulai kisahnya enam tahun sebelum NU diresmikan di di rumah KH Wahab Hasbullah, Kota Surabaya, pada 31 Januari 1926. Saksikan Video Pilihan IniDetik-Detik Wanita Nekat Terobos Paspampres dan Cegat Mobil Demi Salami JokowiMenangkal WahabiPendiri NU sekaligus Rais Akbar, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari. Foto Istimewa via NU OnlinePada 1920, kata Kiai As'ad, sebanyak 67 ulama Nusantara berkumpul di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Selama sebulan, mereka bermukim di rumah Kiai Muntaha Desa Jengkebuen, guna membahas kemunculan aliran baru yang gencar menyiarkan pemurnian ajaran Islam dengan hanya berpedoman pada Al-Qur'an dan Hadis. Para ulama itu resah oleh aliran baru yang kemudian hari dinamai Wahabi karena mengharamkan tahlil dan ziarah kubur, sebuah ajaran yang sudah lama dipraktekkan oleh pengikut Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dibawa Wali Songo ke tanah Jawa. Pertemuan gawat di tahun 1920 itu tak menemukan solusi bagaimana meredam Wahabi yang gerakannya kian gencar dan massif. Mereka butuh fatwa KH Muhammad Kholil, seorang ulama di Bangkalan yang masyhur karena kealiman dan kewaliannya juga mertua Kiai Muntaha. Belum sempat Kiai Muntaha menemui sang mertua. Kiai Kholil mengutus Nasib, seorang muridnya ke Jengkebuen. Nasib diminta membaca surat As-Shaaf ayat 8 dan 9 kepada para ulama di rumah menantunya itu. Para Ulama itu puas dan lalu pulang, karena ayat itu rupanya adalah fatwa yang mereka tunggu atas munculnya gerakan yang dicetuskan ulama Arab Saudi, Ibnu Abdul Wahhab yang pengaruhnya begitu kuat setelah Kota Mekkah ditaklukkan seorang Kepala Suku bernama Al-Saud yang kemudian mendirikan kerajaan dan masih berkuasa sampai kini. "Itulah karomah Kiai Kholil. Sudah tahu jawaban atas sebuah pertanyaan yang belum disampaikan," kata Kiai As'ad. Antara tahun 1921 hingga 1922, sesudah pertemuan ulama di Bangkalan dua tahun sebelumnya, sebanyak 46 ulama Pulau Jawa dan Madura bertemu di Kawatan Surabaya, rumah Kiai Mas Alwi. Kali itu pokok bahasan lebih kongkret yaitu pembentukan sebuah organisasi untuk menangkal kemunculan kelompok Islam yang tidak senang pada ajaran ahlussunnah. Di antaranya kiai yang hadir antara KH Hasyim Asyari, KH Hasan Genggong, KH Samsul Arifin, KH Dahlan Nganjuk, dan KH Asnawi Kudus dan Kiai Taher Bungkuk juga kiai-kiai Jombang. Namun, pertemuan itu tak kunjung seiya-sekata. Sebagian sepakat membentuk organisasi baru, Sebagian lagi mengusulkan agar memperkuat organisasi yang sudah ada seperti Sarekat Islam atau Masyumi. Karena tak juga menemukan jalan keluar, kata As'ad, seorang kiai akhirnya menghadap Kiai Kholil Bangkalan. Dia kemudian bercerita pernah membaca tulisan Sunan Ampel sewaktu nyantri di Kota Madinah. Isinya menceritakan Sunan Ampel pernah bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. "Dalam mimpi itu Nabi Muhammad berpesan agar ajaran ahlus sunnah dibawa ke Indonesia karena orang-orang Arab sendiri tidak mampu melaksanakannya," ujar As' Tongkat dan Berdirinya NUPrabowo Subianto berdoa di makam Syaikhona Kholil Bangkalan saat maju sebagaj Capres pada Pemilu 2019 lalu. Di Cirebon, pada 1921 itu, kongres Islam pertama digelar. HOS Cokroaminoto, tokoh Sarekat Islam, memimpin kongres. Namun tujuan kongres untuk menyatukan visi dan misi umat Islam dan mengurangi ketegangan antar kelompok tak tercapai. Al-Irsyad yang diwakili Ahmat Soorkatti dan ulama tradisional yang diwakili KH Wahab Hasbullah dan KH Asnawi Kudus berbeda pandangan soal mazhab. Di tengah berbagai upaya menyatukam visi umat Islam itu dan tarik ulur kiai-kiai tradisional membentuk organisasi baru. Pada sebuah pagi di awal 1924, Kiai Kholil tiba-tiba memanggil As'ad. Dia diminta sang guru mengantarkan sebuah tongkat pada KH Hasyim Asyari di Tebuireng. Pada akhir tahun itu, As'ad dipanggil lagi, kali ini mengantarkan tasbih. Menurut Kiai As'ad, ketika menerima dua benda itu, Kiai Hasyim memberi reaksi yang berbeda. Saat menerima tongkat disertai potongan ayat surat Thaha ayat 17-23, Kiai Hasyim langsung berujar bahwa dengan tongkat itu hatinya makin mantap untuk mendirikan organisasi bernama Jam'iyatul Ulama dan tongkat itu disebut sebagai tongkatnya Nabi Musa. Sementara menerima tasbih yang disertai bacaan Ya Jabbar, Ya Qohhar, dua dari 99 Asmaul Husna, Kiai Hasyim Asyari berujar bahwa yang melawan ulama akan hancur. "Saat disuruh Kiai Kholil dua kali ketemu Kiai Hasyim, saya dikasih ongkos dan tidak saya belanjakan, sampai sekarang masih ada," ujar As'ad. Setahun kemudian, Kiai Kholil Bangkalan meninggal dunia tahun 1925, pada hari ke 29 bulan Ramadan. Setahun berselang, tepatnya pada 31 Januari 1926, NU resmi didirikan di rumah KH Wahab Hasbullah di Kampung Kertopaten, Surabaya. Tanggal ini adalah tanggal dibentuknya 'komite hijaz'. Sebuah komite yang akan dikirim ke Mesir untuk mengikuti Muktamar Islam Dunia pertama, untuk memperjuangkan agar penguasa Arab Saudi tetap memperbolehkan ajaran Ahlussunah wal Jamaah diajarkan di Mekkah. Atas usul Kiai Mas Alawi, nama Komite Hijaz diganti menjadi Nahdlatul Oelama', nama yang kemudian disepakati resmi menjadi nama organisasi untuk didaftarkan pada Gubernur Hindia Belanda. Salah satu penyusun anggaran dasar NU adalah KH Dahlan Nganjuk. Dan Lambang NU dibuat oleh KH Ridwan Abdullah Surabaya. "Sudah jelas, ini kesaksian saya, karena saya tahu awal pembentukan NU yang saya cintai," ujar Kiai As'ad dalam ceramah itu. Tim Rembulan* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

HabibLuthfi Mendapat Pesan dari Nabi. Dua orang tersebut adalah al-Habib Hasyim bin Umar bin Thoha bin Yahya Pekalongan dan Syaikhuna Mbah Kyai Kholil Bangkalan Madura. Oleh sebab itu, tidak heran jika Muktamar NU yang ke-5 dilaksanakan di Pekalongan tahun 1930 M, untuk menghormati Habib Hasyim yang wafat pada waktu itu. Itu suatu

Kompas TV cerita ramadan risalah Selasa, 12 April 2022 1316 WIB Syaikhona Cholil Bangkalan ulama dan Mahaguru dari pesantren dan ulama-ulama NU Sumber Kompas JAKARTA, – Sosok ini oleh para ulama di Jawa, khususnya kiai-kiai Nadhlatul Ulama NU, disebut Syaichona. Syaichona sendiri bermakna Mahaguru, orang yang dihormati sebagai gurunya para ulama. Panggilan ini tidak main-main lantaran sosok bernama lengkap Al-'Aalim Al-'Allaamah Asy-Syekh Al-Hajji Muhammad Kholil bin Abdul Lathif al-Bangkalani al-Maduri al-Jawi asy-Syafi'I atau dengan nama kecil Muhammad Cholil, begitu dihormati. Keluasan ilmu dan pengaruhnya tidak hanya dihormati oleh Nahdliyin, tapi juga oleh ulama-ulama di seantero Indonesia karena luasnya ilmu yang ia miliki. Dikutip dari buku KH. M. Kholil Bangkalan Biografi Singkat 1835-1925 Garasi, 2010 yang ditulis Muhammad Rifa’I dikisahkan, selain guru dari para Ulama Nusantara, ia juga dianggap guru dari Bung Karno. Berdasarkan penuturan buku tersebut, Bung Karno meski tidak resmi sebagai murid Kiai Kholil, namun ketika sowan ke Bangkalan, Kiai Kholil memegang kepala Bung Karno dan meniup ubun-ubunnya. Hal ini bisa bermakna, Bung Karno menganggapnya sebagai guru dan restu untuk menjadi pemimpin. Baca Juga Syekh Yusuf Al-Makassari, Ulama, Sufi dan Pahlawan RI Peletak Dasar Islam di Afrika Selatan Masa Kecil, jejak Pesantren dan Murid-Muridnya Syekh Kholil Bangkalan Lahir lahir Bangkalan, Madura, 7 Januari 1820 dari pasangan KH Abdul Latif dan Syarifah Khadijah. Dari pasangan ulama itu pula, Cholil kecil mendapatkan ajaran agamanya. Ia punya silsilah dengan dengan ulama-ulama di tanah Jawa dan memiliki pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Sedari kecil, ia belajar dari para kiai dan pesantren di Pula Jawa. Ia belajar dari Kiai Muhammad Nur, kiai kharimastik asal Pesantren Langitan, Tuban. Lantas KH Kholil Bangkalan pindah ke beberapa pesantren hingga di usia 24 tahun, ia belajar ke Mekkah-Medinah ke beberapa ulama seperti Syekh Nawawi Al-bantani, Syaikh Mustafa bin Ahmad Al-Afifi Al-Makki di Mekkah dan sebagainya. Dikutip dari buku Jejak Pemikiran Pendidikan Ulama Nusantara Turots, 2021 dikisahkan, setelah pulang dari Makkah, ia tidak lantas mendirikan pesantren, tapi bekerja di kadipaten Bangkalan pada malam hari. Ketika berjaga itu, waktunya dipakai untuk membaca hingga akhirnya terdengar oleh Adipati Bangkalan waktu itu, Ludra Putih, yang kemudian mengangkatnya sebagai menantu. Halaman Sumber Kompas TV BERITA LAINNYA
bermaksudmendirikan jam'iyah, Kiai Kholil memberikan restu dengan cara memberikan tongkat dan tasbih melalui Kiai As'ad kepada Kiai Hasyim Asy'ari. Pada tanggal 29 Romadlon 1343 H dalam usia 91 tahun, karena usia lanjut belaiu wafat. Hampir semua pesantren di Indonesia yang ada sekarang masih mempunyai sanad dengan pesantren Kiai Kholil.
– Sejarah profil perkembangan Pondok Pesantren Kyai Syaikhona Mohammad Kholil Bangkalan Madura Jawa Timur Indonesia yang didirikan oleh KH. Kholil Khalil Bangkalan yang lebih dikenal dengan sebutan Syaikhona Mohammad Kholil Bangkalan. Pondok Pesantren ini didirikan pada 1861 Kholil mendirikan sebuah pesantren di daerah Cengkubuan, Bangkalan. Setelah putrinya, Siti Khatimah, dinikahkan dengan keponakannya sendiri, yaitu Muhammad Thaha atau lebih dikenal dengan sapaan Kyai Muntaha, Pesantren di desa Cengkubuan itu kemudian diserahkan kepada menantunya Kholil sendiri, pada tahun 1861 M mendirikan pesantren lagi di daerah Kademangan, hampir di pusat kota sekitar 200 meter sebelah barat alun-alun Kota Kabupaten Bangkalan. Letak pesantren yang baru itu, hanya selang 1KM dari pesantren lama dan desa kelahirannya. Pesantren yang terakhir ini kemudian dikenal sebagai Pesantren Syaikhona pesantren di Kademangan inilah KH. Kholil bertolak menyebarkan Islam di Madura sampai Jawa. Pada mulanya beliau membina agama Islam di sekitar Bangkalan. Baru setelah dirasa cukup baik, mulailah beliau merambah ke pelosok-pelosok yang jauh, hingga menjangkau seluruh Kholil bangkalan madura sangat di segani oleh para kyai pada zamannya dan sangat alim. Beliau dilahirkan pada 11 Jumadil akhir 1235 Hijrah atau 27 Januari 1820 Masihi di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Syaikhona Kholil menjadi ulama besar, karisma dan namanya sangat dihormati di seluruh kalangan masyarakat Islam, khususnya kaum berasal dari keluarga Ulama dan digembleng langsung oleh ayah Beliau menginjak dewasa beliau ta’lim diberbagai pondok pesantren. Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kyai Kholil belajar kepada Kyai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan beliau pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok Pesantren belajar di Pondok Pesantren ini beliau belajar pula kepada Kyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 KM dari Keboncandi. Kyai Nur Hasan ini, sesungguhnya, masih mempunyai pertalian keluarga dengannya. Sewaktu menjadi Santri KH Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik Tata Bahasa Arab. disamping itu juga beliau juga seorang hafiz al- Qur’an. Kyai Kholil mampu membaca al-Qur’an dalam Qira’at Sab’ah tujuh cara membaca al-Quran.Pada 1276 Hijrah/1859 Masehi, KH. Muhammad Khalil Belajar di Mekah. Di Mekah KH. Muhammad Khalil al-Maduri belajar dengan Syeikh Nawawi al-Bantani Guru Ulama Indonesia dari Banten. Di antara gurunya di Mekah ialahSyeikh Utsman bin Hasan ad- DimyathiSaiyid Ahmad bin Zaini DahlanSyeikh Mustafa bin Muhammad al-Afifi al-MakkiSyeikh Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani iBeberapa sanad hadis yang asal muasal diterima dari Syeikh Nawawi al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi Bima, Sumbawa. KH Muhammad Kholil Sewaktu Belajar di Mekkah Seangkatan dengan KH Hasym Asy’ari, KH Wahab Hasbullah dan KH Muhammad Dahlan namum Ulama-ulama Dahulu punya kebiasaan memanggil guru sesama rekannya dan KH Muhammad Kholil yang Dituakan dan dimuliakan diantara Pesantren Syaikhona Kholil benar-benar menjadi suluh bagi warga sekitar. Selama Ramadan, yang belajar di sana adalah santri luar yang sengaja mondok. Mereka ikut kajian pondok pesantren. Sebab, santri asli memang diliburkan selama para santri beragam mulai anak-anak muda hingga lanjut usia lansia. Semuanya khusyuk menyimak penjelasan sang kyai. Itu adalah potret semangat santri dalam menimba ilmu. Tradisi yang turun-temurun tetap yang dipraktikkan Syaikhona Kholil. Dijalankan secara turun-temurun hingga generasi saat ini. Bahwa seorang santri harus menjaga adab ke Kyai atau guru. Sebab, adab adalah bagian dari karakter santri. “Ilmu bisa digali lewat buku. Tetapi, adab adalah soal karakter’’.Adab tersebut juga pernah dicontohkan Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari saat mengabdi ke Syaikhona Kholil. Meski pernah sama-sama nyantri di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, KH Hasyim Asy’ari tetap patuh ke Syaikhona Kholil. “Beliau adalah sokoguru bagi sejumlah tokoh besar di Pulau Pesantren Salafiyah Syaikhona Mohammad Kholil I Bangkalan ini menggunakan pendekatan fenomenologi yang di dalam pandangan sosiologi Ritzer masuk pada kuadran keempat yaitu mikro-subyektif. Berdasarkan data penelitian yang ditemukan. Pesantren ini menyelenggarakan pendidikan agama Islam ke dalam dua program pendidikan dengan tujuan untuk membentuk santri yang beriman, bertaqwa dan berakhlaq al program tersebut ialah ma’hadiyah dan madrasiyah. Dalam kedua program pendidikan ini buku rujukan pembelajaran hampir semuanya menggunakan kitab kuning, kecuali mata pelajaran Aswaja Ahlussunnah Wal Jamaah, yang dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran al-Qur’an dan al-Hadist, fiqh, tauhid, akhlaq, bahasa Arab dan sejarah memperoleh barokah ini santri harus patuh kepada ajaran agama Islam yang diwujudkan menjadi ketaatan kepada nabi Muhammad, sebagai pesuruh Allah, kemudian, kepada sahabat dan para pengikutnya, yaitu ulama orang ahli agama; bisa disebut kiyai, tuan guru dan sebagainya. Ketundukan pada ulama ditunjukkan dengan ketundukan pada peraturan pesantren dan cinta kepada kyai ulama yang dipercaya memiliki karomah. Wujud daripada cinta dan tunduk kepada ulama juga diwujudkan si belajar santri dalam kehidupan keseharian di pesantren dengan tirakat yaitu menahan lapar dan amarah serta hidup prihatin selama berada di Pondok Pesantren Syaikhona KholilKH. KhalilKH. Abdul Fattah bin Nyai Aminah binti Nyai Mutmainnah binti Imron bin KhalilKH. Fakhrur Rozi bin Nyai Romlah binti Imron bin KhalilKH. Abdullah Sahal bin Romlah binti Imron bin Fakhrillah Sahal bin Abdullah pelakasanaan pembelajaran agama Islam, di pesantren ini tidak dikenal dengan adanya dokumen kurikulum sebagaimana pendidikan formal lainnya di Indonesia, juga tidak dikenal adanya sistem evaluasi belajar dan kenaikan kelas oleh guru atau pengasuh. Penilaian hasil belajar dan kenaikan kelas ditentukan sendiri oleh santri dengan melakukan evaluasi sendiri apakah dia mampu membaca dan memahami kitab-kitab yang dipelajari atau stategi bandongan dan sorogan dilakukan dengan kiyai atau ustadz sebagai pemberi informasi utama dan tanpa adanya tanya jawab dan interaktif. Sedangkan pembahasan hasil pembelajaran dari sorogan dan bandongan di lakukan santri dengan strategi lain yaitu musyawarah, muhawarah dan muhadloroh. Dimana kegiatan tersebut dilakukan sesama santri dengan dipandu oleh ustadz atau santri senior, yang diadakan di musholla atau seramb-serambi tersebut memperlihatkan bahwa pesantren ini merupakan lembaga pendidikan yang berorientasi pada pembentukan santri yang memiliki kemampuan ilmu agama dan mampu mengejawantahkan ilmunya ke dalam bentuk perbuatan sehingga dapat menjadi Muslim yang beriman, bertaqwa dan berakhlaq al karimah bermoral baik.SumberPesantren Syaichona Cholil, Pesantren Kyai Kholil Bangkalan Madura, Kholil Bangkalan,
KyaiKholil bangkalan madura sangat di segani oleh para kyai pada zaman nya dan sangat alim. Syaikhona (Syaichona) Kholil atau Kyai Kholil Bangkalan Madura mendirikan sebuah pesantren di daerah Cengkubuan, Bangkalan. Setelah putrinya, Siti Khatimah, dinikahkan dengan keponakannya sendiri, yaitu Kiai Muntaha (Muhammad Thaha); pesantren di desa
Pendidikan sekolah yang sekarang diberlangsungkan di Indonesia adalah salah satu warisan dari Kiai Kholil al-Bangkalani, Kiai Ahmad Dahlan, dan Kiai Hasyim Asy’ari. Beliau adalah seorang yang bermaksud menjadikan masyarakat Islam tidak tertinggal dari majunya pendidikan di Barat. Ada pula pendidikan pesantren yang memiliki muatan agama dan kebangsaan. Jadi dalam pesantren, santri masih diwajibkan untuk belajar sejarah dan kewarganegaraan. Dua ragam pendidikan di atas merupakan karya dari Kiai Kholil al-Bangkalani, Kiai Ahmad Dahlan, dan Kiai Hasyim Asy’ari. Dalam pembahasan ini, kita akan mengulas tentang Kisah Kiai Kholil al-Bangkalani dan Keteladanan Kiai Kholil al-Bangkalani. Muhammad Kholil atau biasa dipanggil Kiai Kholil Bangkalan lahir pada tahun 1820 dan wafat pada tahun 1925. Beliau ialah seorang ulama yang cerdas dari kota Bangkalan, Madura. Beliau telah menghafal al-Qur’an dan memahami ilmu perangkat Islam seperti nahwu dan sharaf sebelum berangkat ke Makkah. Beliau pertama kali belajar pada ayahnya, Kiai Abdul Lathif. Lalu belajar kitab Awamil, Jurumiyah, Imrithi, Sullam al-Safīnah, dan kitab-kitab lainnya kepada Kiai Qaffal, iparnya. Kemudian beliau melanjutkan belajar pada beberapa kiai di Madura yaitu Tuan Guru Dawuh atau Bujuk Dawuh dari Desa Majaleh Bangkalan, Tuan Guru Agung atau Bujuk Agung, dan beberapa lainnya sebelum berangkat ke Jawa. Ketika berada di Jawa, beliau belajar kepada Kiai Mohammad Noer selama tiga tahun di Pesantren Langitan Tuban, Kiai Asyik di Pesantren Cangaan, Bangil Pasuruan, Kiai Arif di Pesantren Darussalam, Kebon Candi Pasuruan dan Kiai Noer Hasan di Pesantren Sidogiri Pasuruan dan Kiai Abdul Bashar di Banyuwangi. Setelah belajar di Madura dan Jawa, beliau berangkat ke Makkah. Beliau belajar ilmu qira’ah sab’ah sesampainya di Makkah. Di sana beliau juga belajar kepada Imam Nawawi al-Bantany, Syaikh Umar Khathib dari Bima, Syaikh Muhammad Khotib Sambas bin Abdul Ghafur al-Jawy, dan Syaikh Ali Rahbini. Kiai Kholil pun menikah dengan seorang putri dari Raden Ludrapati setelah kembali dari Makkah. Dan beliau akhirnya menghembuskan nafas pada tahun 1925. Selama hidup, beliau telah menuliskan beberapa kitab yaitu al-Matn asy-Syarif, al-Silah fi Bayan al-Nikah, Sa’adah ad-Daraini fi as-Shalati, Ala an-Nabiyyi ats-Tsaqolaini dan beberapa karya lainnya. Baca Juga Kiai Hasyim Asy’ari Keteladanan Kiai Kholil al-Bangkalani Pantang menyerah dan senantiasa berusaha Kiai Kholil ialah seorang yang selalu berusaha dan tidak mudah menyerah pada keadaan. Hal ini terbukti saat di Jawa, Kholil tak pernah membebani orang tua atau pengasuhnya, Nyai Maryam. Beliau bekerja menjadi buruh tani ketika belajar di kota Pasuruan. Beliau juga bekerja menjadi pemanjat pohon kelapa ketika belajar di kota Banyuwangi. Dan beliau menjadi penyalin naskah kitab Alfiyah Ibn Malik untuk diperjual belikan ketika belajar di Makkah. Setengah dari hasil penjualannya diamalkan kepada guru-gurunya. Setelah pulang dari Makkah, Kiai Kholil bekerja menjadi penjaga malam di kantor pejabat Adipati Bangkalan. Beliau selalu menyempatkan membaca kitab-kitab dan mengulangi ilmu yang telah didalaminya selama belasan tahun. Ketulusan dalam beramal Ketika ada sepasang suami-istri yang ingin berkunjung menemui Kiai Kholil, tetapi mereka hanya memiliki “Bentol”, ubi-ubian talas untuk dibawa sebagai oleh-oleh. Akhirnya keduanya pun sepakat untuk berangkat. Setelah tiba di kediaman pak kiai, Kiai Kholil menyambut keduanya dengan hangat. Mereka kemudian menghaturkan bawaannya dan Kiai Kholil menerima dengan wajah berseri-seri dan berkata, “Wah, kebetulan saya sangat ingin makan bentol”. Lantas Kiai Kholil meminta “Kawula”, pembantu dalam bahasa jawa untuk memasaknya. Kiai Kholil pun memakan dengan lahap di hadapan suami-istri yang belum diizinkan pulang tersebut. Pasangan suami-istri itu pun senang melihat Kholil menikmati oleh-oleh sederhana yang dibawanya. Setelah kejadian itu, sepasang suami-istri tersebut berkeinginan untuk kembali lagi dengan membawa bentol lebih banyak lagi. Tapi sesampainya di kediaman pak kiai, Kiai Kholil tidak memperlakukan mereka seperti sebelumnya. Bahkan oleh-oleh bentol yang dibawa mereka ditolak dan diminta untuk membawanya pulang kembali. Dalam perjalanan pulang, keduanya terus berpikir tentang kejadian tersebut. Dalam kedua kejadian ini, Kiai Kholil menyadari bahwa pasangan suami istri berkunjung pertama kali dengan ketulusan ingin memulyakan ilmu dan ulama. Sedangkan dalam kunjungan kedua, mereka datang untuk memuaskan kiai dan ingin mendapat perhatian dan pujian dari Kiai Kholil. Baca Juga Kiai Ahmad Dahlan Sumber Buku Akidah Akhlak XII MA Related postsContoh Memo, Pengertian, Contoh, Struktur, Jenis dan CiriPengelolaan Sampah Organik, Pengertian, Pengelolaan, Jenis, Prinsip dan DampakContoh Hewan Vivipar, Pengertian, Contoh dan CiriContoh Hewan Ovivar, Pengertian, Contoh, Ciri dan ManfaatTugas Jurnalis, Pengertian, Skill dan TugasContoh Surat Resmi, Pengertian, Contoh, Struktur, Ciri, Fungsi dan Tujuan .
  • gm5a1xy769.pages.dev/602
  • gm5a1xy769.pages.dev/484
  • gm5a1xy769.pages.dev/188
  • gm5a1xy769.pages.dev/300
  • gm5a1xy769.pages.dev/709
  • gm5a1xy769.pages.dev/552
  • gm5a1xy769.pages.dev/482
  • gm5a1xy769.pages.dev/565
  • gm5a1xy769.pages.dev/801
  • gm5a1xy769.pages.dev/422
  • gm5a1xy769.pages.dev/828
  • gm5a1xy769.pages.dev/675
  • gm5a1xy769.pages.dev/155
  • gm5a1xy769.pages.dev/827
  • gm5a1xy769.pages.dev/41
  • pesan kyai kholil bangkalan